Secara
etimologis , kata “taqwa” berasal dari bahasa arab taqwa. Kata taqwa memiliki
kata dasar waqa yang berarti menjaga, melindungi, hati-hati, waspada,
memerhatiakn, dan menjauhi. Adapun secara terminologis, kata “taqwa” berarti
menjalankan apa yang diperintahankan oleh Allah dan menjauhi segala apa yang
dilarang-Nya.
Para
penerjemah Al-Qur’an mengartikan “taqwa” sebagai kepatuhan, kesalihan, kelurusan,
perilaku baik, teguh melawan kejahatan, dan takut kepada Tuhan.Allah swt
berfirman:
(Q.S.Ali Imran [3]:102)
Artinya : Wahai
orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa
kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.
B. Makna Taqwa
Dalam
Al-Quran hanya terdapat satu ayat yang secara eksplisit menyebut kata haqiq
(haqiqat), tapi ada 227 ayat yang tafsirnya lain, akan tetapi memiliki hakikat
yang sama dengan hakikat. Diantaranya :
1. “Wahai orang-orang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya; dan jangan
sekali-kali kamu mati, melainkan dalam keadaan beragama islam” (Q.S. Ali Imran
102).
2. “Apa yang telah kami
ciptakan itulah yang benar, yang datang dari tuhanmu, karena itu janganlah kamu
termasuk orang yang ragu-ragu” (Q.S. 3:60).
3. “Sesungguhnya manusia
betul-betul berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal
shaleh, dan saling menasehati tentang haq (kebenaran) dan kesabaran”. (Q.S.
Al-‘Ashri : 1-3).
Mayoritas
ulama tafsir berpendapat, ayat pertama di atas mansukh (dihapus), atau tabdil
(hukumnya diubah) dengan ayat “fattaqullah mastatha’tum” (bertaqwalah kepada
Allah sesuai kesanggupanmu) (Q.S. Al-Taghabun: 16).
Pada
mulanya, ketika ayat di atas (hakikat taqwa) turun, banyak diantara para
sahabat yang gelisah, karena hakikat berarti taat yang terus menerus, tidak
pernah mendurhakai, syukur secara terus menerus dan tidak pernah mengingkari,
mengingat terus dan tidak pernah melupakan-Nya. Kemudian sahabat itu berkata,
tidak mungkin seorang hamba mampu bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa
(hakikatnya) sesuai bunyi ayat di atas.
C. Tiga Tingkatan Pribadi
Muslim
1. Disebut Islam (Muslim),
yaitu baru tingkat penyerahan diri kepada Tuhan. Misalnya sholat, maka ia akan
melakukan dalam kondisi yang formal dan tidak membantah.
2. Disebut Iman (Mukmin),
yaitu apabila yang dilakukan dan diucapkan tergurat sampai kedalam hati dan
tidak puas, karena baru sebatas menjalankan rukun islam.
3. Disebut Ihsan (Muhsin),
tingkatan ini adalah tingkatan kepastian dan kesadaran batin, yaitu dalam
menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya. (H.R. Muslim).
Dari
tiga tahap tersebut, maka tahapan ketigalah yang tertinggi, karena telah terbuka
kesadarannya (tabir ma’rifat). Selanjutnya menjadikan dirinya sebagai batas
tertinggi dalam merealisasikan perintah pada awal waktu, dan terpelihara dari
segala yang dilarang (termasuk makruh sekalipun). Jadi, seorang muslim yang
berlatih meningkatkan kadar keislamannya dri tahap ke tahap, maka ia termasuk
yang berlayar di atas perahu ke tingkat taqwa. Artinya mukmin yang tidak pernah
naik ke kelas yang lebih tinggi, ialah kelompok yang hanya melaksanakan
sebagian perintah, ala kadarnya dan selalu dipenghujung waktu. Kelompok seperti
inilah yang masih jauh dari hakikat taqwa.
D. Ciri-Ciri Orang Bertaqwa
Dalam
Al-Quran banyak disebutkan ciri-ciri orang yang bertaqwa. Ciri utama orang yang
bertaqwa ialah, “yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik diwaktu
lapang maupun sempit, orang-orang yang menahan amarahnya, dan orang-orang yang
memaafkan (kesalahan) orang lain, Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan” (Q.S. Ali Imran: 134).
Ayat di atas menyatakan orang yang bertaqwa dan mulia, minimal mempunyai lima
syarat:
1. Bersadaqah dalam kondisi
apapun yang dialami, baik lapang ataupun sempit, merugi atau beruntung.
2. Siap menahan amarahnya.
Yakni, hamper-hampir tidak pernah marah dan kalu terpaksa marah cepat sekali
berhenti.
3. Memaafkan kesalahan orang
adalah baik, tapi tidaklah sempurna tanpa disertai memperlihatkan kebaikan,
misalnya dengan mencarikan solusi.
4. Sesudah memperlihatkan
kebaikan dan mencarikan solusi, tidaklah sempurna tanpa mencintainya. Yakni
berubah mencintainya, sekalipun pernah bermusuhan.
5. Mencintainya tidaklah
sempurna, tanpa memperlakukan seperti mencintai dirinya sendiri. Artinya, cinta
yang diperlihatkan cinta sejati. Dan itulah yang dapat mencabut total akar
permusuhan.
E. Hati Yang Bersih Sebagai
Penyempurna Taqwa
Begitu
banyak orang yang melakukan sholat, puasa, zakat, haji, dan ibadah yang lain,
tetapi kenyataannya mereka masih saja melakukan hal-hal tercela,seperti
menghian orang orang lain, menggunjing, dan memfitnah. Anehnya, mereka
seakan-akan tidak merasa berdosa dengan melakukan hal itu. Kenapa bisa terjadi
seperti itu?
Orang
yang bertaqwa tidak otomatis terbebas dari kesalahan dan dosa , apalagi orang
yang hanya bertaqwa secara lisan . Taqwa yang sebenarnya ada dalam hati dan
tindakan,bukan dalam lisan dan penampilan .Orang yang memakai peci, sorban,
sarung, atau jilbab, belum tentu hatinya benar-benar bertaqwa kepada Allah.
§ Apa yang harus kita lakukan
agar menjadi orang yang benar-benar bertaqwa kepada Allah?
Modal Utama yang harus kita
miliki adalah ilmu. Sebab dengan ilmu kita dapat mengetahui dan memahami segala
perintah Allah dan laranagan-Nya.
§ Bagaimana kita dapat
melaksanakan perintah Allah, sementara kita tidak mengetahui apa saja yang
diperintahkannya?
Karena itulah mencari ilmu
sangat dianjurkan, bahkan diwajibkan dalam Islam. Dengan ilmu, kita bisa
mengetahui apa yang wajib kita kerjakan dan yang wajib kita tinggalkan.Ibadah
yang dilakukan tanpa ilmu takkan berarti apa-apa.
F. Salah Satu Bentuk Taqwa
Sesungguhnya
kenikmatan Allah kepada kita sangat banyak. Oleh karena itu, kita wajib
bersyukur dengan sebenar-benarnya atas semua kenikmatan itu. Yaitu bersyukur
dengan hati, lisan dan anggota badan. Bersyukur dengan hati, yaitu dengan
mengakui bahwa kenikmatan itu datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bersyukur
dengan lisan, yaitu dengan memuji Allah dan menyebut-nyebut kenikmatan
tersebut, jika tidak dikhawatirkan hasad. Dan bersyukur dengan anggota
badan, yaitu menggunakan anggota badan kita ini untuk taat kepada-Nya, dengan
bertakwa kepada-Nya secara sebenar-benarnya. Takwa ini merupakan perintah Allah
kepada seluruh manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan
daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah
memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya, kamu saling meminta satu
sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu. (Q.s. an Nisaa`: 1).
Keutamaan takwa sangat
sering kita dengar, antara lain firman Allah:
Barangsiapa bertakwa kepada
Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Q.s. ath Thalaq: 2).
Juga firman-Nya:
Dan barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya. (Q.s.
ath Thalaq: 4).
Dan firman-Nya,
Dan barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menutupi kesalahan-kesalahannya, dan
akan melipatgandakan pahala baginya. (Q.s. ath Thalaq: 5).
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Ketaqwaan
bermakna luas. Hal ini dapat diketahui dari definisi para ulama yang
menerangkan bahwa ketakwaan ialah upaya seorang hamba membuat pelindung antara
dirinya dengan sesuatu yang ia takuti. Dengan begitu, seorang hamba yang ingin
bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla, berarti ia ingin membangun pelindung
antara dirinya dari Allah Azza wa Jalla yang ia takuti kemarahan dan kemurkaan-Nya,
dengan melaksanakan amal ketaatan dan menjauhi larangan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar