Di awal
surat Al-Baqarah, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan tiga golongan manusia:
1. Kaum mukminin
2. Orang-orang kafir
3. Orang-orang munafik
Allah Subhanahu wa Ta’ala
membeberkan kepada kaum mukminin di dalam ayat-ayat tersebut tentang kebusukan
hati orang-orang munafik dan permusuhan mereka kepada kaum mukminin.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
menerangkan bahwa mereka adalah orang-orang yang berbuat kerusakan namun
mengklaim sebagai orang yang melakukan perbaikan:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ. أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ
Apabila dikatakan kepada mereka,
“Janganlah kalian melakukan kerusakan di muka bumi.” Maka mereka berkata, “Kami
hanyalah orang-orang yang melakukan perbaikan.” Ketahuilah, mereka adalah umat
yang melakukan kerusakan namun mereka tidak mengetahuinya. (Al-Baqarah:
11-12)
Mereka adalah orang-orang dungu. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ ءَامِنُوا كَمَا ءَامَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا ءَامَنَ السُّفَهَاءُ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لَا يَعْلَمُونَ
Apabila dikatakan kepada
mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.” Mereka
menjawab, “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah
beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh (dungu),
tetapi mereka tidak tahu. (Al-Baqarah: 13)
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memperolok mereka:
اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
“Allah akan (membalas)
olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan
mereka.” (Al-Baqarah: 15)
Di antara bentuk balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
ketika di hari kiamat nanti, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ بُشْرَاكُمُ الْيَوْمَ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ. يَوْمَ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا انْظُرُونَا نَقْتَبِسْ مِنْ نُورِكُمْ قِيلَ ارْجِعُوا وَرَاءَكُمْ فَالْتَمِسُوا نُورًا فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ. يُنَادُونَهُمْ أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ قَالُوا بَلَى وَلَكِنَّكُمْ فَتَنْتُمْ أَنْفُسَكُمْ وَتَرَبَّصْتُمْ وَارْتَبْتُمْ وَغَرَّتْكُمُ الْأَمَانِيُّ حَتَّى جَاءَ أَمْرُ اللهِ وَغَرَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
(Yaitu) pada hari ketika
kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka
bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada meraka):
“Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang
besar.” Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata
kepada orang-orang yang beriman: “Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil
sebagian dari cahayamu.” Dikatakan (kepada mereka): “Kembalilah kamu ke
belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu).” Lalu diadakan di antara mereka
dinding yang mempunyai pintu, di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah
luarnya dari situ ada siksa. Orang-orang munafik itu memanggil mereka
(orang-orang mukmin) seraya berkata: “Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan
kalian?” Mereka menjawab: “Benar, tetapi kalian mencelakakan diri kalian
sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh
angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah, dan kamu telah ditipu
terhadap Allah oleh (setan) yang amat penipu.” (Al-Hadid:
12-14)
Di dalam ayat-ayat lainnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam
orang-orang munafikin dengan ancaman yang keras. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ يُحَادِدِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيهَا ذَلِكَ الْخِزْيُ الْعَظِيمُ
“Tidakkah mereka
(orang-orang munafik) mengetahui bahwasanya barangsiapa menentang Allah dan
Rasul-Nya maka bagi dia neraka jahanam. Dia kekal di dalamnya dan itu adalah
kehinaan yang besar.” (At-Taubah: 63)
Di dalam ayat yang lain:
وَعَدَ اللهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا
“Allah mengancam
orang-orang munafik yang laki-laki dan perempuan serta orang-orang kafir dengan
neraka jahanam. Mereka kekal di dalamnya.” (At-Taubah: 68)
Kelak mereka akan ada di kerak neraka yang terbawah:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang
munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan
kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.”
(An-Nisa: 145)
Banyak lagi nash dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menunjukkan
keburukan orang-orang munafik dan ancaman bagi mereka. Sehingga seyogianya bagi
seorang muslim untuk berhati-hati dari mereka dan juga menjauhi sifat-sifat
mereka.
Pengertian nifaq (kemunafikan)
Kemunafikan adalah menyembunyikan kebatilan dan menampakkan kebaikan. Kemunafikan
adalah penyakit hati yang berbahaya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
“Dalam hati mereka ada
penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya. Dan bagi mereka siksa yang pedih,
disebabkan mereka berdusta.” (Al-Baqarah: 10)
Jenis nifaq (kemunafikan)
Ada dua jenis, yakni nifaq akbar (kemunafikan besar) dan
nifaq asghar (kemunafikan kecil). Kemunafikan akbar yang disebut juga
kemunafikan i’tiqadi (keyakinan) adalah menyembunyikan kekufuran dan
menampakkan keislaman. Kemunafikan ini mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Kemunafikan asghar yang disebut pula kemunafikan amali (amalan)
adalah menampakkan lahiriah yang baik dan menyembunyikan kebalikannya. Pokok
kemunafikan asghar kembali kepada lima perkara: Sering berdusta ketika
berbicara, sering tidak menepati janji, jika berselisih melampaui batas, jika
melakukan perjanjian melanggarnya, dan sering khianat jika diberi amanah.
Ibnu Rajab rahimahullahu berkata: “Kesimpulannya, kemunafikan
asghar semuanya kembali kepada berbedanya seseorang ketika sedang sendiri dan ketika
terlihat (bersama) orang lain, sebagaimana dikatakan oleh Hasan Al-Bashri
rahimahullahu.” (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hal. 747)
Perbedaan kemunafikan kecil dan kemunafikan besar
Di antara perbedaan antara keduanya adalah:
1. Kemunafikan akbar pelakunya
keluar dari Islam, adapun kemunafikan asghar tidak mengeluarkan dari Islam.
2. Kemunafikan akbar tidak
mungkin bersatu dengan keimanan, adapun kemunafikan asghar mungkin ada pada
seorang yang beriman.
3. Kemunafikan akbar
pelakunya kekal di neraka, sedangkan kemunafikan asghar pelakunya tidak kekal
di neraka. (Lihat Kitabut Tauhid, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Bahaya kemunafikan asghar
Ibnu Rajab rahimahullahu berkata: “Kemunafikan asghar adalah jalan
menuju kemunafikan akbar, sebagaimana maksiat adalah lorong menuju kekufuran.
Sebagaimana orang yang terus-menerus di atas maksiat dikhawatirkan dicabut
keimanannya ketika menjelang mati, demikian juga orang yang terus-menerus di
atas kemunafikan asghar dikhawatirkan dicabut darinya keimanan dan menjadi munafik
tulen.” (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam)
Orang beriman senantiasa
khawatir terjatuh ke dalam kemunafikan
Ibnu Mulaikah rahimahullahu berkata: “Aku mendapati tiga puluh orang sahabat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, semuanya mengkhawatirkan kemunafikan atas dirinya.”
Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu sampai bertanya kepada
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, apakah dirinya termasuk yang disebut oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang munafik.
Sebagian ulama menyatakan: “Tidak ada
yang takut dari kemunafikan kecuali mukmin, dan tidak ada yang merasa aman
darinya kecuali munafik.” (dibawakan oleh Al-Bukhari rahimahullahu dari
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu)
Al-Imam Ahmad rahimahullahu ditanya, “Apa pendapatmu tentang orang yang mengkhawatirkan atas dirinya
kemunafikan?” Beliau menjawab, “Siapa yang merasa dirinya aman dari
kemunafikan?” (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam)
Jauhi sifat-sifat munafik
Kami akan sebutkan beberapa sifat kemunafikan amali yang telah
disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena kemunafikan
amali inilah yang kadang dianggap remeh oleh sebagian kaum muslimin. Padahal
kemunafikan amali sangatlah fatal akibatnya jika terus dilakukan seseorang.
Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Rajab rahimahullahu: “Kemunafikan asghar adalah
jalan menuju kemunafikan akbar, sebagaimana maksiat adalah lorong menuju
kekufuran. Sebagaimana orang yang terus-menerus di atas maksiat dikhawatirkan
dicabut keimanannya ketika menjelang mati. Demikian juga orang yang
terus-menerus di atas kemunafikan asghar dikhawatirkan dicabut darinya keimanan
dan menjadi munafik tulen.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ؛ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ
“Tanda orang munafik ada
tiga: Jika bicara berdusta, jika diberi amanah berkhianat, dan jika berjanji
menyelisihinya.”
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَإِنْ كَانَتْ خَصْلةٌ مِنْهُنَّ فِيهِ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: مَنْ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ
“Empat perkara, barangsiapa
yang ada pada dirinya keempat perkara tersebut maka ia munafik tulen. Jika ada
padanya satu di antara perangai tersebut berarti ada pada dirinya satu perangai
kemunafikan sampai meninggalkannya: Yaitu seseorang jika bicara berdusta, jika
membuat janji tidak menepatinya, jika berselisih melampui batas, dan jika
melakukan perjanjian mengkhianatinya.”
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa di antara perangai kemunafikan
adalah:
1. Berdusta ketika bicara
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata: “Inti kemunafikan yang dibangun di atasnya kemunafikan adalah
dusta.”
2. Mengingkari janji
3. Mengkhianati amanah
4. Membatalkan perjanjian
secara sepihak
Perjanjian yang dimaksud dalam hadits ini ada dua:
1. Perjanjian dengan Allah
Subhanahu wa Ta’ala untuk senantiasa beribadah kepada-Nya.
2. Perjanjian dengan
hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan ini mencakup banyak perkara.
Oleh karena itu, seorang mukmin seharusnya senantiasa berusaha
memenuhi perjanjiannya, terlebih lagi perjanjiannya dengan Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
“Di antara orang-orang
mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada
Allah. Maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula)
yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya).”
(Al-Ahzab: 23)
Lain halnya dengan orang-orang kafir dan munafik. Mereka adalah
orang-orang yang suka membatalkan secara sepihak serta tidak menepati
perjanjian. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang
melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh dan memutuskan apa yang
diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya serta membuat
kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.”
(Al-Baqarah: 27)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ عَاهَدْتَ مِنْهُمْ ثُمَّ يَنْقُضُونَ عَهْدَهُمْ فِي كُلِّ مَرَّةٍ وَهُمْ لَا يَتَّقُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang
kamu telah mengambil perjanjian dari mereka, sesudah itu mereka mengkhianati
janjinya setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya).”
(Al-Anfal: 56)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللهَ لَئِنْ ءَاتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ. فَلَمَّا ءَاتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ. فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada
Allah: “Sesungguhnya jika Allah
memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan
pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih.” Maka setelah Allah memberikan
kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan
berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi
(kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada
waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah
Subhanahu wa Ta’ala apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena
mereka selalu berdusta. (At-Taubah: 75-77)
Wajib hukumnya memenuhi
perjanjian dengan hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala
Ibnu Rajab rahimahullahu menyatakan: “Mengingkari (mengkhianati) perjanjian adalah haram dalam semua
perjanjian seorang muslim dengan yang lainnya walaupun dengan seorang kafir
mu’ahad. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Barangsiapa membunuh kafir
mu’ahad tidak akan mencium bau surga padahal wanginya surga tercium dari jarak
40 tahun perjalanan.” (HR. Al-Bukhari no. 3166) [Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hal.
744]
Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullahu juga menyatakan: “Adapun perjanjian di antara kaum muslimin maka keharusan untuk
memenuhinya lebih kuat lagi, dan membatalkannya lebih besar dosanya. Yang
paling besar adalah membatalkan perjanjian taat kepada pemimpin muslimin yang
(kita) telah berbai’at kepadanya.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: …وَرَجُلٌ بَايَعَ رَجُلًا لَا يُبَايِعُهُ إِلَّا لِلدُّنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيدُ وَفَى لَهُ…
Tiga golongan yang tidak
akan diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di hari kiamat nanti, tidak
akan disucikan, dan mereka akan mendapatkan azab yang pedih –di antaranya:
“Seorang yang membai’at pemimpinnya hanya karena dunia, jika pemimpinnya
memberi apa yang dia mau dia penuhi perjanjiannya dan jika tidak maka dia pun
tidak menepati perjanjiannya.” (HR. Al-Bukhari no.
2672, Muslim no. 108)
Berhati-hatilah dari berbagai bentuk kemunafikan
Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata: “Sebagian orang mengira kemunafikan hanyalah ada di zaman
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, tidak ada kemunafikan setelah
zaman beliau. Ini adalah prasangka yang salah. Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu
berkata: ‘Kemunafikan pada zaman ini lebih dahsyat dari kemunafikan di zaman
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Mereka berkata: ‘Bagaimana (bisa
dikatakan demikian)?’ Beliau menjawab: ‘Orang-orang munafik di zaman Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembunyikan kemunafikan mereka. Adapun
sekarang, mereka (berani) menampakkan kemunafikan mereka’.”
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi
Al-Madkhali berkata: “Kemunafikan sekarang ini banyak terjadi pada pergerakan
politik, sebagaimana telah dipersaksikan oleh sebagian mereka. Sebagian mereka
menyatakan: ‘Aku tidak pernah tahu ada politikus yang tidak berdusta.’ Sebagian
bahkan menyatakan: ‘Sesungguhnya politik adalah kemunafikan.’ Sehingga
kebanyakan politikus terkena kemunafikan amali dalam partai-partai politik.”
Beliau juga menyatakan: “Di
antara tanda kemunafikan amali adalah ber-wala’ (berloyalitas) dengan ahlul
bid’ah serta membuat manhaj-manhaj berbahaya dalam rangka melawan dan
meruntuhkan manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah.” (Syarh Ushulus Sunnah)
Penutup
Saudaraku sekalian…
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar kita bersikap keras
dan menjauhi orang-orang munafik serta menjadikannya sebagai musuh. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ
“Wahai Nabi, jihadilah orang-orang
kafir dan munafikin serta bersikap keraslah kepada mereka.”
(At-Tahrim: 9)
Dalam ayat yang lain:
هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ
“Mereka (orang-orang
munafik) adalah musuh maka hati-hatilah dari mereka…”
(Al-Munafiqun: 4)
Maka, sepatutnya seorang muslim menjauhkan diri dari amalan dan
sifat-sifat musuh mereka, serta menjauhkan diri dari semua perkara yang akan
menjatuhkan dirinya ke dalam kemunafikan, seperti politik praktis dan berbagai
jenis kebid’ahan. Nas’alullah al-’afwa wal afiyah.
Sumber: http://www.asysyariah.com Penulis : Al-Ustadz Abu Abdurrahman Mubarak Judul: Jauhilah
Sifal-sifat Munafik
Munafik
Pengertian munafik yaitu orang yang zahirnya
berbeda dengan isi hatinya. Orang-orang yang berpura-pura setia kepada agama,
tetapi pada hakikatnya tidak demikian. Dalam pepatah dikatakan lain di mulut
lain di hati. Pengertian munafik dari segi akidah adalah menyembunyikan
kekafiran dalam hatinya dan menampakkan keimanan dan lidahnya.
Allah swt. berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah
[2]: 8
8. Dan di
antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir,” padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang
beriman.
Allah swt. berfirman Q.S. Al-Munafiqun [63]:
2
2. Mereka
menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalang-halangi
(manusia) dari jalan Allah. Sungguh, betapa buruknya apa yang telah mereka
kerjakan.
Di dalam hadis, Rasulullah menyebutkan
ciri-ciri orang yang munafik sebagai berikut.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيَةُ
الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا
اؤْتُمِنَ خَانَ (رواه
البخارى ومسلم)
"Tanda-tanda orang munafik itu ada
tiga, apabila berkata, ia berdusta, apabila berjanji, ia mengingkari, dan
apabila dipercaya, ia berkhianat."(H.R. Al-Bukhari no. 32 dan Muslim no. 89).
Pada hadis tersebut, ciri-ciri orang munafik
sebagai berikut.
1. Apabila berkata, ia berdusta.
2. Apabila berjanji, ia mengingkari.
3. Apabila dipercaya, berkhianat.
Perilaku munafik merupakan perilaku tercela.
Perilaku ini sangat berbahaya. Adapun bahayanya sebagai berikut.
1. Orang munafik tidak dipercaya oleh orang
lain
2. Terjadi konflik di dalam dirinya, sehingga
tidak ada ketenteraman, dan muncul keraguan di dalam hatinya.
3. Orang lain terjerumus dengan ajakannya
4. Merugikan masyarakat, karena orang-orang
munafik itu selalu ingin menimbulkan kerusakan.
Orang yang munafik akan ditempatkan pada
tempat yang paling dasar dari neraka.
Allah swt. berfirman dalam surah
An-Nisa 145
145. Sungguh,
orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari
neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar